Archive | Februari 2023

Cici dan Kebahagiaan Sejati

Kucing kecil itu terlihat spesial. Warna bulunya perpaduan putih dan milo, begitu unik dan membuat kami terkesima. Saudaranya jauh lebih kecil, berwarna lebih umum, yakni oren putih.

Sejatinya kami tak pernah ada niatan memelihara kucing, karena cukup tahu diri bahwa tenaga kami masih terbatas. Namun, mereka memilih rumah kami sebagai tempat singgah. Aku yang saat itu melihat si bayi kucing, memiliki keinginan untuk memberikannya pada anak tetangga. Kucing kesayangannya baru saja mati, tak sengaja terlindas ban mobil. Jadi, sama sekali tak ada rasa berat ketika sang anak meminjam kucing-kucing itu.

Hingga suatu ketika, Mas memberitahuku bahwa ada yang aneh dengan mata kucing-kucing itu. Aku, yang selama ini memiliki keyakinan bahwa ibu kucing bisa merawat sendiri anaknya, terkejut dengan fakta itu. Apakah si ibu tidak memandikannya hingga belekan?

Kuusap usap dengan kapas hangat, tapi matanya masih saja sama. Kami pun pergi ke dokter. Chlamydia, demikian dokter mendiagnosa. Kemungkinan menurun dari sang ibu. Kedua kucing yang kami namai Coco dan Cici, akhirnya mendapat pengobatan berupa tetes mata dan antibiotik. Coco buta, dan perlu diangkat matanya setelah usia 5 bulan. Sedangkan cici masih terlihat bertahan. Namun, qadarullah coco meninggal saat kondisinya memburuk.

Atas izin Allah, Cici selamat dan tumbuh besar. Wim sangat menyayangi Cici. Saat kuungkapkan sebenarnya aku ingin memberikan Cici ke tetangga, keluargaku terlihat berat. Niat itupun kuurungkan. Cici menjadi bagian kami.

Siapa sangka, Cici tumbuh dengan perawakan yang mirip sekali dengan Khamall, kucing peliharaanku dulu yang sudah meninggal. Rupanya dia juga kucing campuran. Cici manis, menyenangkan, dan selalu membuat orang-orang kagum. MasyaaAllah.

Cici selalu menyambut Mas setiap pulang kantor. Cici menemani Wim dan Num bermain. Jika kami pergi, Cici akan menunggu di dekat masjid. Lalu saat kami pulang, Cici pun mengikuti.

Jika kami membunyikan bel sepeda, Cici akan pulang. Ada banyak cerita bahagia bersama cici yang sulit diungkapkan.

Selasa itu, semua berbeda. Sudah 3 hari Cici tak pulang. Kami mencari tapi tak kunjung bertemu. Hingga hari itu, tetangga mengabarkan ada seekor kucing warna putih krem tak bernyawa di dekat potnya. Kucing itu sudah dikubur satpam. Foto si kucing ada di bapak satpam, karena tetangga tak tega melihatnya.

Deg! Rasanya seperti tak percaya. Kami segera ke pos satpam untuk memastikan. Kami berharap, itu bukan cici. Sayangnya, berita itu benar. Cici meninggal.

Selamat Jalan Ci

Kupikir, aku tegar saja. Aku tidak menangis karena sibuk menenangkan Wim. Namun, air mata itu justru jatuh saat kembali ke rumah dan memandangi sudut-sudutnya yang penuh dengan kenangan akan Cici. Ada rasa bersalah karena kurang memperhatikan kondisinya. Adakah dia sakit? Adakah makanan yang kami berikan kurang?

Kehilangan ini tentu tidak hadir begitu saja tanpa memberikan pelajaran. Seketika aku teringat betapa bahagianya aku saat bersama Cici. Mengelus bulunya, memberikan rasa tenang. Aku teringat dulu bapak pernah duduk satu angkot dengan seorang pelajar SMA yang mendaftar kuliah kedokteran hewan.

“Memang prospeknya bagus?” Tanya Bapak. Pelajar itu pun menjawab dengan yakin. “Oh, bagus pak! Ke depannya, zaman akan semakin maju dan banyak orang yang stress. Nah, memelihara hewan bisa meredakan stress itu.”

Mungkin zaman itu memang sudah tiba. Petshop menjamur di mana-mana. Aku sendiri juga merasakan kebahagiaan yang sama saat bersama Cici. Namun, ketika Cici pergi, mungkin Allah ingin mendidikku lagi tentang hakikat kebahagiaan sejati. Bukan terletak pada Cici, tapi pada mengingat sang Ilahi.

Kematian memberikan nasihat, bahwa kelak diri ini pun akan mengalami hal sama, maka perlu doa dan menyiapkan bekal taqwa semaksimal mungkin. Nasihat kedua adalah kehilangan itu sesuatu yang niscaya, dan kita perlu mengelola rasa yang hadir agar tak terus berduka.

Kembali kepada Allah, beristighfar dan terus berbuat baik. Pintu kebaikan terhadap Cici memang telah tertutup, tapi ada banyak makhluk Allah lain di mana kami perlu menyayanginya juga. Semoga itu bisa menebus kesalahan kami dalam merawat Cici.

Doa saat ditimpa kedukaan mendalam
Mengingat Allah adalah obat

Cici comes from Allah and then back to Allah. Terima kasih Cici, telah memberi warna dalam hidup kami. Semoga Allah lapangkan hati kami dalam menerima kepergianmu, aamiin.

Terima kasih Allah, Engkau hadirkan Cici.